Tidak pernah terbayangkan di rabu itu siang begitu teriknya,
aku masih berkutat dengan program kerja rutinitas menjemukan di kantor ku, aku
sudah merasakan malas di kantorku jam di kantor belum saja menunjukan pukul 11,
aku sudah merencanakan untuk segera berangkat dari kantor ini jam segitu untuk
kepnetingan yang lebih urgent perintah Negara memang tidak bisa di elakan. Yah negarku
bukan Negara ibu ku atau pun Negara kalian ini negaraku.
Jam 3 sore masih di hari rabu itu ku dapati sms duka. Inallilahi.
Semua yang berasal dari NYA memang harus kembali kepada NYA. Kakek ku yang bernama belakang sama dengan ku berumur 92
tahun menghembuskan nafas terakhir nya.
Segera kutancap gas menuju tengah kota kediaman kakek ku. Perasaan
ku datar. Entah kenapa aku tidak menangis hari itu, apa memang sudah di mafhum
karena kakek sudah beranjak tua dan kita maklumi saja peristiwa alam yang pasti
menerpa semua manusia ini. Aku hanya berbisik dalam hati “ selamat jalan ki,
kini aki bisa mempertanggung jawab kan kehidupan aki di mata sang pencipta”
setiap manusia akan mempertanggung jawab kan kehidupannya sendiri-sendiri
setelah mati. Setidak nya itu ajaran yang kami percaya dari agama kami.
Setelah ku jemput istri di tempat kerja nya langsung ku dapati
rumah kakek, turun dari motor lalu ku simpan helm, ya tuhan aku melihat sesosok
yang tidak ingin ku lihat. Ayah ku dan si manusia XXX. Kenapa harus ada manusia
XXX itu. Disini. Dirumah kakek ku. Aku marah pada ayah hari itu, aku memutuskan
untuk tidak bertanya pada ayah. Wajar.
Aku memilih mengunjungi kakek ku yang terbujur kaku “tua
sekali, kurus sekali” hati ku berbisik. Aku memilih untuk mengurus semua ceremoni
dari awal sampai akhir, untuk menghormati beliau mendiang kakek ku. kakek di
ingat sebagai seorang yang disiplin tegas dan berwatak keras, serta menaruh kehormatan
untuk seluruh keluarga. Yah hanya itu yang di tinggalkan kakek.
Memandikan nya untuk waktu terakhir nya aku menghormatinya. Setelah
ini kakek akan di bumikan di satukan dengan tanah di cikutra makam pahlawan. Mulai
besok jasad mu menjadi pakan cacing, ini juga gejala alam dan menjadi suratan
yang di tulis tuhan untuk manusia. Agar kehidupan terus berjalan siklus hidup
memang seperti itu. Duka menggelayut seisi rumah ini. Sanak saudara datang dari
berbagai kota kembali pulang.
Sedih. Iyah satu kata yang bisa ku gambar kan di hari itu. Bukan
karena kepergian kakek ku, aku sudah
mengiklaskan untuk itu. Tapi karena aku melihat ayah. Aku membenci mu ayah.
Xxx, itu yg bikin orang penasaran ingin baca sambungannya. Bagus nih Don.pengantar naskah yg cukup menarik. Tentang su2nan kata,tadi ada yg trasa kurang pas.tapi bagiku itu bukan masalah besar. Introduksinya bikin saya terinspirasi.
BalasHapus